HATI-HATI YA
Perjalanan menuju Sibolga sebelumnya
terencana oleh beberapa orang saja, namun seiring waktu berjalan sampailah
informasi ini ke beberapa orang, dan ternyata kegiatan touring ini disambut baik oleh banyak orang meski mereka berasal
dari kampung lain. Pertanyaan “kapan berangkat” menjadi hantu bagi saya
tersendiri. Wajar, sebab kegiatan ini tercetus oleh saya sendiri mulanya.
Beberapa orang memberi usul agar berangkat di Lebaran H + 3, bahkan perdebatan
tentang hari dan pukul merupakan poin yang sulit untuk diputuskan. Akhirnya meski
dengan sedikit keraguan, waktu keberangkatan menuju Kota Sibolga diputuskan
pada pukul 15.00 WIB. Peralatan dan kendaraan menjadi perhatian yang
terpenting, mengingat perjalan menuju lokasi membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Oh ya satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah isi dompet juga harus
dipertebal. Hehehe, dan yang paling penting adalah meminta izin kepada orang
tua, kerabat, sobat, yang tersayang, kalau perlu sama pak kepala desa juga
boleh, dll. Dalam hal meminta izin pasti ada pesan singkat yang diucapkan,
seperti kata “HATI-HATI YA”, kedengarannya kata-kata ini sudah lumrah diucapkan
atau biasa saja, tapi jika kata-kata itu datang dari seseorang yg spesial
maknanya langsung berubah menjadi doa yang kuat dan penyemangat hati dalam
perjalanan hingga kembali pulang. Setelah meminta izin, saya dan teman-teman
siap berangkat. Hari yang cerah dan bersahabat, tepat pada pukul 16.00 WIB,
diawali dengan do’a kami pun berangkat.
Berikut adalah teman-teman yang
berangkat saat itu, yaitu: Asrul, Ridho, Wahbi, Lukman, Rijal, Bakti, Arul,
Faisal, Sampulan, dan empat orang lagi yang sudah menunggu Di Kota Padang
Sidimpuan Yaitu: Irpan, Julpan, Budi, Dan Akhir (semuanya bukanlah peremepuan).
Seperti biasanya dalam perjalanan, satu sama lain saling memperhatikan demi
keselamatan. Pemberhentian pertama terjadi di SPBU Ojolali untuk mengisi
beberapa liter bensin. Kemudian dilanjutkan setelah menunggu 2 org teman yang
datang dari kamar mandi umum. Hari itu adalah hari rabu, kendaraan silih
berganti tiada habisnya, bermacam jenis kendaraan berlimpah ruah memadati kota
padang lawas utara tersebut (Paluta), untung saja kondisi jalan begitu rapih
dan mulus. Sedikit kemacetan terjadi di kota Gunungtua tak membuat kerut di
wajah mereka. Contohnya, Bakti (paling muda) yang berada di belakang saya
selalu menebar senyum. Perjalanan terus dilanjutkan beberapa orang mengeluarkan
kameranya untuk mengabadikan momen-momen yg unik dalam perjalanan. Memasuki
jalan berliku dan sempit yang disebut dengan Nabundong para driver menurunkan laju kendaraannya,
sampailah pada suatu tempat, bisa disebut dengan puncak, kami pun berhenti sejenak
untuk berfoto-foto, bagi anda yang melewati tempat ini jangan sesekali
melawatkan momen ini, sebab pemandangan yang dikelilingi oleh pepohonan dan
gunung menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.
Berbagai gaya sudah diabadikan,
kemudian perjalannan dilanjutkan menuju kota Sidimpuan. Lapar dan haus mulai menyelimuti,
akhirnya kami pun berhenti di Rumah Makan Batu Nadua Indah. Menurut informasi
tempat ini memiliki makanan yang khas, ternyata itu betul, banyak sekali
pengunjung yang mampir ketempat ini, sehingga kami tidak mendapatkan kesempatan
untuk menyantap makanannya, akhirnya kami berinisiatif meraba rumah makan yg
lain, tepat di samping tugu di tengah kota sidimpuan, namanya RM Himalaya baru.
Jelas saja makanannya tidak asing di lidah, sebab masyarakat kota sidimpuan
mayoritasnya adalah warga mandailing begitu juga dengan kami. tapi kali ini
makanan yang ditawarkan begitu menggairahkan. Teman-teman juga tak segan
meminta tambah hingga perut sampai tegang. Satu porsinya berkisar 20.000 (jika
dirupiahkan).
Waktu menunjukkan setengah
delapan malam, perjalanan nampaknya masih jauh, karna tak seorang pun diantara
kami yang tahu pasti jarak tempuh antara sidimpuan dan sibolga. Melewati tugu
perbatasan kota sidimpuan, jalanannya begitu sempit dan berliku. Sesekali harus
menginjak rem tiba-tiba guna menghindar dari lobang jalanan yang bertebaran
merajalela. Malam itu cukup padat dan ramai. Aku sangat menikmati cuaca malam
itu meski tulang punggung mulai tegang. Cuacanya tidak begitu dingin, suara
aliran sungai menyambut kedatangan kami dan semuanya terlihat alami. Disekitar
aku memperhatikan motor (roda dua) yang berjalan perlahan-lahan tepat di
depanku, ternyata mereka adalah keluarga, anak yang paling besar duduk didepan
sang ayah, sedangkan anak yg paling kecil, sepertinya masih kecil tertidur
terlelap dipangkuan ibunya. Kejadian ini persis pernah telah terjadi pada
masa-masa kecilku, ketika itu kami harus menaiki satu motor berisikan tiga
sampai empat orang agar sampai ke kebun, begitu juga ketika mengunjungi sang
nenek pada saat lebaran. Oh kenangan.
Berhenti sejenak di Batang Toru,
kami menyempatkan untuk bertanya kepada warga setempat, ternyata kami harus
memakan sekitar dua jam lagi agar sampai ke Sibolga. Raut wajah teman-teman
mulai berkerut terkecuali pemuda yang mungil itu (bakti), konsisten tersenyum
dalam keadaan apapun. Kali ini aku menjadi pengemudi, hampir satu kilometer
perjalanan tiba-tiba saja hujan turun, kami pun berteduh di salah satu rumah
warga. Tentunya baju dan celana basah. Tissue yang kuberikan kepada teman-teman
disambut senyum dan tawa, mereka sangat menngenalinya, sebab tissue itu diambil
dari rumah makan di sidimpuan tanpa izin. Canda tawa menjadi penghangat malam
itu. Tiba-tiba saja penghuni rumah menawari kami semua makan ke dalam rumah.
Tak ada jawaban dari kami mungkin saja sebuah keajaiban, dan kami pun
melanjutkan perjalanan.
Semakin jauh, mata mengantuk,
badan letih, bibir pecah-pecah, kaki gatal-gatal dan jalanan mulai hening,
teman-teman menurunkan laju kendaraannya, hingga kami tiba di suatu tempat yang
begitu ramai, Orang-orang sekitar bersuka ria di jalanan, keramaian terjadi bukan
karena adanya kecelakaan atau pencurian, juga karena bukan adanya kebakaran, tapi
dikarenakan sebuah kebiasaan masyarakat setempat dan pengunjung untuk
menghabiskan malamnya di pinggir pantai. Mendengar dentuman suara ombak pantai
rasanya melegakan. Empat orang yang telah tiba duluan di sibolga mendatangi
persinggahan kami. senyum dan tawa menyambut kedatangan mereka. Akhirnya kami
pun dibawa ke sebuah rumah untuk beristirahat.
Rumahnya cukup luas. Empat belas
orang memenuhi ruangan tengah. Dengan keterbatasan tuan rumah pun menyediakan
kami beberapa alas tidur dan kain sarung. Semuanya merebahkan ke atas tikar
yang disediakan, satu persatu diantara kami mulai menutup kedua bola matanya.
Aku dan teman-teman yang masih melek merencakan tujuan touring esok harinya. Diskusi kecil itu menghasilkan keputusan
bahwa tujuan esok harinya adalah daerah Barus. Setelah berdiskusi, niat hati
untuk menikmati indahnya malam pantai Pandan, namun sayang tubuh lemah
mengalahkan semua ide. Akhirnya kelopak mataku menutup cerita malam itu.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment