HILANG
Lama sekali kabarnya tak terdengar, hampir 20 tahun kami telah
berpisah, pertemuan kami terakhir sewaktu mengambil ijazah SMA di sekolah yang
bertepatan di sebrang Masjid. Pada tahun 1993 tepat pada tanggal 27 November,
ketika itu tak banyak yang kami ucapkan meski banyak kisah yang kami perbuat,
hanya kalimat “selamat tinggal kawan” yang terucap darinya dan langsung pergi
tanpa menoleh kebelakang lagi. Ingatanku padanya tak beralasan sama sekali.
Tiba-tiba saja namanya terlintas saat aku sedang nongkrong di dalam toilet.
Pastinya itu sangat menggangu konsentrasiku.
Hari ini memang aku tak bersemangat untuk melakukan
aktifitas keseharianku, meski baru saja menerima gaji dari perusahaan yang
berdiri dari tahun 1995 itu. Bagaimana tidak, aku harus sarapan pagi tanpa
ditemani siapa pun. Sang istri terimut berani-beraninya meninggalkan
pekerjaanya sebagai ibu rumah tangga
selama tiga hari dikarenakan tak kuasa menolak instruksi dari atasan untuk
mengikuti seminar dan pelatihan tentang lingkungan hidup di Kota Bali.
Sungguh hambar, bukan karena rasa masakannya tak sedap. Soal
rasa, ibuku memang ahlinya dalam hal masak - memasak, menurut informasi dari
ayah kalau ibu suka sekali bermain masak-masakan diwaktu kecil. Tapi memang
ketidakhadiran sang istri di meja makan mempengaruhi turunnya semangat kerjaku.
Wajar saja, ini adalah kali pertama aku sarapan sendiri selama pernikahan ini
berlangsung. Belum lagi rasa cemburu masih tersisa saat aku melihat ia dijemput
oleh bosnya. Aku menggelengkan kepala seraya menyadari bahwa aku terlalu
berburuk sangka pada istri yang pernah bilang “aku cinta kau bertubi-tubi”.
Setelah mengecup kening bayiku yang masih terlelap, aku
berangkat lebih dari dibanding hari-hari lain, sebab kemacetan di hari Senin tak
bisa dihindarkan dan mungkin tak kan terobati. Aku pun memilih berangkat ketika
matahari belum menyapa makhluk Tuhan. Meski berangkat di awal waktu, jalan raya
tak kesepian pengunjung. Silih berganti mobil dan kendaraan lainnya mengotori
udara pagi itu dan menembus embun pagi dengan kecepatan yang cukup cepat. Seperti biasanya, selalu ada saja
barang/titipan yang lupa dibawa kekantor, tapi bukankah kata alasan diciptakan
untuk menepis segala hal.
Termasuk saya sendiri, kecepatanku bukan karena mengejar
waktu masuk kantor, bukan juga karena kegemaranku menonton kejuaraan balap moto
GP dan memfavoritkan Dani Pedrosa yang telah bergabung di kejuaraan Moto GP
pada tahun 2006. Tapi karena kesempatan untuk melaju di ibu kota ini sangat
jarang didapatkan. Naluri pebalap di masa muda mencuat kembali, di dalam
perjalanan, aku tak sempat memerhatikan kegiatan warga sekitar, teriakan para
kondektur metro mini tak kuhiraukan, aku memang menjadi orang sombong pagi itu.
Tiba-tiba saja aku lupa kalau di depan ada lobang besar
bekas galian dari seminggu lalu, aku panik dan sepanik-paniknya, berusaha
menghindar malah kehilangan keseimbangan, motorku bergoyang-goyang mencari
mangsa. Akhirnya aku menabrak sebuah rumah makan mini. suara jeritan seorang
perempuan seraya meminta pertolongan jelas terdengar, lagi-lagi ia menjerit
sekeras-kerasnya, aku ingin bangkit tapi aku tak kuasa. Berisik, semakin lama
semakin banyak pula suara-suara tak jelas mengganggu pendengaranku dan aku tak dapat
melihat seorang pun di sekeliling kecuali bayi kecilku yang sedang digendong oleh
neneknya.
Benda itu Berkali-kali menempel di bibirku, aku menikmatinya
karena aku membutuhkannya dan aku memintanya lagi dan lagi, lidah ku basah dan
terus membasahi tenggorokan. Perlahan-lahan aku melirik apa yang terjadi. Ternyata
sebuah sendok putih mungil beserta isinya menghampiriku lagi dengan suara ajakan
untuk meminumnya. Aku pun langsung menoleh kearah suara tersebut. Seorang
wanita asing dengan senyuman kecil sedang menyulangi diriku yang malang.
Sambil merapihkan selimut, wanita itu memperingatkan agar
aku tetap beristrahat. Tanpa menunggu jawaban dariku ia pun pergi begitu saja. Bingung,
aku mulai memperhatikan sekitar, banyak sekali poto-poto terpajang rapih di
dinding, dan tepat di depanku ada sebuah jam besar. Jarum panjang menunjuk
kearah angka sepuluh dan jarum pendeknya tak bergerak sama sekali. Itu pertanda
bahwa jam dinding nya sedang berbohong.
Aku memastikan waktu sebenarnya dan merogoh kantong celana
tempat biasa aku menaruh telepon seluler. Namun aku tak menemukannya serta
dompet juga tidak pada tempatnya. Celana yang aku pakai sekarang bukanlah
celana yang kukenakan sewaktu berangkat kerja, tapi berubah menjadi seragam
berwarna yang aku benci yaitu warna pink. Siapakah yang berani mengganti
pakaianku, mbak yang tadi pasti yang punya kerjaan. Tak terbayangkan jika ia
memang benar melakukannya, pikirku.
Rasanya tak perlu repot-repot mengejar mbak tadi, ia kembali
datang dengan membawa piring berisikan nasi putih beserta lauk nya dan ditangan
kirinya ada segelas air putih bening. Aku
menyambutnya dengan ribu pertanyaan, satu persatu aku mengabsen barang milikku.
aku dimana, tas ku mana, baju-bajuku, helm, motor, sepatu, kaos kaki, jam tangan, Hp, dan siapa yang
menggantikan pakaian dalamku?
Ayo makan siang dulu Pak, jawabnya singkat
Ya sudah, biar aku makan sendiri, gak usah disuapin lagi
kayak yang tadi, tapi terimakasih ya mba sepertinya lauknya enak ni.
Nama saya fani pak,
Sambil merapihkan sisa minuman tadi, ia menceritakan segala kejadian
yang terjadi menimpa diriku hingga sampai terbaring di ruangan VIP ini. sambil
berdiri ia menunjukkan semua barang-barang perlengkapan kerjaku. aku
menyimaknya dengan seksama, tak satu huruf pun terlewatkan setiap kata-kata
yang keluar darinya. Selain itu, ia juga menjelaskan ikatan keluarganya pada
perempuan pemilik warung yang mengalami kerusakan setelah aku menabraknya. Akhirnya aku sadar bahwa aku sedang dirawat oleh
bidan yang baik hati.
Tak segan-segan ia menuntunku ke kamar mandi. Tangannya
menempel erat di sebelah kanan. Rasa
nyeri di kaki kanan masih terasa sakit. Aku tak mengerti dengan keadaan, sesekali aku
memperhatikan wajah gadis itu, dan sesekali kami saling berpandangan. Tak hanya
itu ia pandai mencairkan suasana, cerita kehidupannya menjadi santapan baru di
siang hari itu. Sampai-sampai cerita masa lalunya ia beberkan mulai dari
sekolah SMA yang sama dengan sekolah ku, memang suatu kebetulan, tapi aku tak
mengenalnya, sama sekali tak mengenalnya, sebab ia lebih muda tiga tahun.
Jalal? Sepertinya nama suami mu tak asing bagiku,
Oooh, ternyata kamu istrinya si Jalal,
Perkenalkan saya Kamor dan saya adalah teman akrabnya, kita
dulu sering menghabiskan waktu di dalam kamar mandi dengan sebatang rokok
bergantian, lanjutku
Fani tersenyum kecil, saya tau ko, mas Jalal juga cerita
kalau dulu ada temannya menangis karena bara api rokok terjatuh dan membakar
celananya.
Itu aku Fan sewaktu
kelas tiga, hahhaha
Dia teman yang baik dan nilai rapotnya tak pernah dibawahku,
meski tidak menjadi juara umum tapi dia terkenal dengan puisi-puisinya yang
ditempel di mading sekolah, dan satu lalu lagi, ia adalah jagonya dalam hal
merayu kaum hawa. Pantas saja ia mendapatkan gadis cantik seperti kamu Fan.
O ya, Jalal dimana? Baru tadi pagi aku mengingatnya.
Dia tidak disini Mas, dan tak kan pernah kesini lagi. Jawan
Fani
Lah ko begitu? tanyaku penasaran
Dia meninggal setahun yang lalu akibat keseringan minum obat
terlarang. Jelasnya singkat
Maksudnya, Narkoba ?
Betul Mas, sekarang lihatlah aku terpuruk di rumah ini
bersama mertuaku, aku menjaganya bak ibuku sendiri. Yang kami punya hanyalah
klinik ini, sisanya habis untuk penyembuhan mas Jalal waktu itu, tapi apa yang
terjadi, nyawanya tak terselamatkan bersamaan dengan hilangnya semua harta yang
dimiliki ibunya. Klinik ini adalah jelmaan dari perhiasaan ibunya yang dijual
untuk aku kembangkan demi menyambung hidup. Alhamdulillah mertua sudah mulai
lapang dada menerima kehilangan anak bungsunya itu.
Aku tak menyangka kalau ia salah satu penikmat barang haram
itu. Maafkan aku telah membuka kembali rasa duka. Semoga ia tenang disana, dan
merestui keputusanmu untuk mencari penggantinya.
Sekejap saja ruangan itu hening, apakah kata-kataku tak
indah baginya.
Tapi aku harus pulang fan, sambungku. Bayi kecilku pasti
menunggu lagu nina bobo dariku. Aku sangat berterimakasih atas segala
sesuatunya. Terimalah ini, semoga dapat membantu.
Aku tak bisa menerimanya mas, sebab jumlahnya terlalu banyak,
sahut Fani
Tak apalah simpanlah sisanya untuk keperluan lain,
Aku pamit. Sekali lagi terimakasih atas kebaikan hati. O ya,
kalau saya boleh saran, Mintalah izin pada mertua untuk mencari pengganti Jalal,
sebab sendiri itu tidak baik, kau juga punya hak untuk bahagia. Kalau mau
berkonsultasi, silakan berkunjung kerumah, tidak jauh ko dari sini, di Jl.
Merdeka No. 08.
No comments:
Post a Comment