Malam
itu sangat gelap, angin berembus kencang namun belum disertai oleh hujan, pada
malam itu ada upacara pemkaman yang biasanya dilakukan dengan pembakaran
terhadap mayat, kemudian abunya diambil oleh istrinya, setelah itu sang janda
pun memasuki api unggun pemakaman dan hangus dilalap api menyusul suaminya.
Kebiasaan ini memang sangat kental bagi kaum Bandar tuban, walupun mereka
beragama Budha namun ajaran hindu masih mendarah daging di jiwa masarakat
Tuban. Kebiasaan yang dilakukan oleh para janda ini akan dianggap oleh
masyrakat sekitar sebagai tanda ketuilusan dan kestiaan terhadap suaminya,
namun disisi lain agama islam sangat menentang kebiasaan buruk ini. Alhasil,
diam-diam tanpa sepengatuhuan suami, para istri mengikuti ajaran islam,
mengikutinya berarti menghindar dari api kematian.
Akibat
dari itu, banyak para janda yang hidup. Hidup merantau, walaupun hanya sekedar
mencari makan, ada juga sebagian yang menjadi pelacur di pelabuhan. Pelabuhan
adalah salah satu tempat kelangsungan hidup dengan menawarkan diri kepada awak
kapal yang haus wanita. Kelakuan para janda ini menjadi PR tersendiri bagi
kerjaan Bandar tuban. Namun pelabuhan itu menjdi tempat yang seram, angker,
perampokan, kekerasan sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh para
janda-janda terhadap pendatang dan pribumi, sebab perdagangan di pelabuhan
tidak beroperasi dengan baik.
Salah
satu korbannya adalah lim (teman wira) yang datang untuk menemui temannya, lim
di jambak, di paksa melepaskan apa yang dimiliki, hingga dia tidak memakai
sehelai benangpun di badan, sebab baginya melawan perempuan apalagi melakukan
kekerasan bukanlah sebuah kemenangan yang dibanggakan. Lim terpaksa mencari
kegelapan yang sangat untuk menutupi badannya.
Ia pun
menyusuli mendatangani rumah wira tentunya dari jalanan yang gelap, wira pun
tertawa mendengar cerita sahabatnya itu, kemudian lim mengajak wira ke suatu
tempat yang ia lewati tadi, ternyata tempat itu adalah sebuah gedung yang
berisikan 2 orang portugis (rodrigues dan esteban) yang di rantai oleh
syhabandar Tuban. Mereka berdua meronta-ronta, meminta-minta dan mengancam agar
dilepaskan oleh syahbandar Tuban. Dengan ketulusan hati syhabandar tuban menawarkan
minum, syahbandar memang pandai mengambil hati pemuda portugis ini, walaupun ia
terus dimaki. Pembicaran mereka bertiga semakin mengkrucut apa yang diinginkan
oleh syahbandar tuban.
Permintaan
syahbandar adalah meriam portugis, namun keduanya tidak mengindahkan permintaan
syahbandar tuban. Lalu, tongkat yang dipegang syahbandar dipukulkan ke mereka
berdua, dengan kilat mereka tak sadarkan diri lagi (pingsan). Kedua badan itu
di angkut ke pelabuhan, Wira dan Lim pun ikut mengiringinya dari jauh, dalam
perjalanan pulangnya wira mengetahui benar maksuda dari syahbandar Tuban itu.
Ketika
Rodriguez sadar, ia pun kaget karena ia mengetahui bahwa ia sudah berada di
dalam kapal portugis, perasaan takut dan ngeri dirasakan olehnya sebab hmpir 4
tahun ia dan temannya kabur dari kapal portugis dan bersenang-senang diluar. Ia
bangunkan esteban yang mash pingsan. Dalam keadaan tangan terikat mereka
dimaki-maki, di pukul, dan ditendang oleh kaptennya sendiri karena kesalahan masa
lalu mereka.
Dengan
suara mengejek kapten itu menakuti mereka dengan persidangan dan tiang
gantungan, sebab kesalahan kaliah ini sudah tidak bisa lagi dimaafkan oleh sang
ratu. Mau gk mau kalian harus siap dengan apa yang kalian lakukan selama ini, hanya
tiang gantungan yang pantas untuk kalian berdua.
Mereka berdua sudah pasrah
akan keindahan tiang gantungan yang setia menanti mereka.
Namun,
kali ini tidak akan ada tiang gantungan untuk kalian, sebab ada yang menjamin
keselamatan jiwa kalian, yaitu tuan syahbandar Tuban. Kalian pasti kenal dia, dia
tidak ingin kalian mati secepat ini. Ujar kaptennya.
No comments:
Post a Comment